CITEUREUP- Kesejahteraan hidup menjadi dambaan semua orang, tercukupinya kebutuhan sandang, pangan dan papan. Untuk mencapainya banyak cara yang dilakukan, tentunya dengan bekerja keras.
Namun kehidupan yang di alami Eni (40), jauh di bawah rata-rata, kehidupan yang sangat sulit ia jalani dengan sabar, dengan bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah seorang guru.
Kampung Nagrog Rt05 Rw02, Desa Sukahati Kecamatan Citeureup tempat ia tinggal bersama keluarganya di rumah berukuran 3 x 5 meter ini yang hanya ada satu ruangan saja, kamar, dapur dan kamar mandi dalam satu ruangan. ia bersama suami dan anaknya tinggal. Suami Eni yang hanya kuli serabutan, Munawar (60) terkadang ia bekerja di proyek pembangunan jalan, menjadi kenek tukang bangunan, sampai menjual umbi singkong.
Karena kurangnya pendidikan menjadikan dirinya merasa minder untuk bermasyarakat dengan warga sekitar, setiap harinya ia jalani dengan bekerja pada tetangganya yang memerlukan bantuannya unutuk menggosok pakaian ataupun membersihkan rumah. Salah satunya di rumah ibu Peppy guru Tk di daerah Sukahati, ia di bayar perharinya sebesar Rp10 ribu, terkadang mendapatkan pemberian berupa uang ataupun makanan dari orang lain yang menaruh belas kasihan padanya.
Munawar bekerja dari pagi hingga petang, demi mencukupi kebutuhan rumah tangga, namun kerja keras yang ia lakukan tidak bias mencukupi kebutuhan sehari-hari terkadang ia pergi ke tempat pekerjaannya dengan berjalan kaki yang jarak tempuhnya bias mencapai 10 Kilometer.
“Kalau dipakai buat ongkos gak ada buat sehari-hari”, tutur Eni, yang menceritakan suaminya.
Untuk makan sehari-hari, kadang hanya makan pagi saja sorenya tidak makan. “boro-boro buat bayar sekolah buat makan saja susah”, tegas Eni yang sudah 15 tahun tinggal di desa Sukahati.
Eni mempunyai tiga orang anak yang kesemuanya laki-laki, anak pertama Eni juga ikut meringankan beban keluarga, Nur Bara (20), pria yang hanya mengenyam pendidikan Sekolah Dasar (SD), yang kini ia bekerja di Pabrik Agar Agar di daerah Tarikolot Kecamatan Citeureup, dari gajinya pun tidak bias mencukupi kebutuhan hidup. Dia tinggal bersama neneknya karena tempat tinggal Eni cukup sempit.
Latifah (35) , tetangga Eni, ia menuturkan pula kalau ia sangat mengkhawatirkan keadaan keluarga Eni, yang memang tidak mampu, terkadang ia selalu berbagi rasa bersama keluarga Eni, “kasihan, tapi teh Eni orangnya gak pernah minta walaupun keadaannya seperti itu,kalau di ajak kerumah dia kadang gak mau alasannya sih malu”, ujar Latifah.
Bila Eni atau keluarganya sakit, ia hanya membeli obat warung atau meminum obat herbal (daun-daunan), karena buat ongkos ke Puskesmas saja ia anggap mahal. “Kalau meminjam uang terkadang orang yang mau dipinjami sudah ada rasa takut, karna mungkin saya gak bisa gantinya”,keluh Eni, sembari menahan air matanya yang hamper keluar.
Dituturkan pula oleh Latifah, Pemerintah setempat juga gak bias di salahkan. “karena teh Eni terlalu dusun(kuper) jadi jarang bermasyarakat”,tutur Latifah. Eni juga menuturkan kalau ia di tahun lalu belum pernah menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari Pemerintah hingga sampai saat ini, hanya para Dermawan yang memberi tambahan untuk kebutuhan hidupnya.
Latifah juga mengomentari hal ini, karena ia Penduduk baru di Desa Sukahati, ia mengatakan kalau kemiskinan disini memang masih tinggi bukan berarti Pemerintahan Setempat memandang dengan sebelah mata tapi kembali lagi kepada Individualnya, “mau maju atau tidak itu tergantung orangnya, malahan banyak pendatang yang lebih maju di Desa ini,” kata Latifah.
Secara terpisah, Sekretaris Desa Sukahati (Muhtar Gozali) menuturkan kalau kemiskinan di Desa Sukahati Kecamatan Citeureup masih tinggi, apalagi di Sukahati bagian Timur. dulu di era 70-an masyarakat di daerah ini masih mengesampingkan pendidikan formal “Tak usah Sekolah Dasar, Madrasah saja udah cukup,” tutur Sekdes sembari mengingat masa lalu.
Namun karena keadaan jaman yang mulai berbeda, waktu yang bergulir, lama kelamaan Pendidikan Formal pun menjadi di utamakan. Ia pun menuturkan Program Perencanaan Desa, yaitu memprioritaskan Pendidikan karena sumber Daya Manusia (SDM) disini masih rendah.
Ia pun berkomentar tentang kemiskinan yang masih tinggi di Desa Sukahati terlebih di kampung Malingping. Pernah jugadiadakannya seleksi tentang kemiskinan di Desa Sukahati, terkadang rumahnya tidak layak huni tapi punya tanah luas dan berpenghasilan, ada yang rumahnya bagus tapi tidak punya penghasilan, maka mana yang harus di katakana miskin. “Kembali kepada individualnya lagi, kang”, ujar Sekdes.
Pemerintah Desa Sukahati masih menyoroti hal itu namun kembali kepada Sumber Daya Manusia (SDM) nya lagi, peningkatan taraf hidup sudah dilakukan dengan berbagai cara oleh Pemerintah Desa Sukahati, seperti halnya diadakan Koperasi Simpan Pinjam.
Jadi kemiskinan yang terjadi di Desa Sukahati bukan karena sikap Pemerintah Desa yang tidak memperhatikan keadaan masyarakatnya, akan tetapi memang sejak dulu di Desa Sukahati sesepuhnya tidak mengedepankan Pendidikan Formal seperti yang telah dikatakan Sekdes Sukahati, Sumber Daya Manusia nya yang masih rendah mengakibatkan tidak adanya keahlian.
Pemerintah Desa Sukahati masih berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, dengan berbagai cara terutama di bidang Pendidikan dan Sumber Daya